
Fitch Ratings mengomentasi gagal bayar oleh maskapai penerbangan Indonesia, PT Garuda Indonesia, pada sukuk senilai US$500 juta pada Juni 2021. Fitch menilai hal tersebut dapat memberikan kejelasan tentang restrukturisasi sukuk, resolusi dan keberlakuannya di Indonesia
“Preseden hukum untuk penegakan yang efektif di banyak yurisdiksi di mana penerbitan sukuk masih kurang, termasuk di Indonesia. Masih belum pasti apakah pemegang sertifikat akan dapat menegakkan hak kontraktual mereka di pengadilan yang relevan. Fitch tidak menilai Garuda atau sukuknya, tetapi memantau perkembangannya dengan cermat,” kata Fitch dalam risetnya.
Menurut Fitch, persyaratan syariah dapat membuat resolusi default sukuk lebih kompleks daripada resolusi default obligasi. Kompleksitas juga ditambah dengan struktur permodalan Garuda yang terdiri dari beberapa jenis instrumen utang. Antara lain sukuk, sekuritisasi beragun aset, pinjaman bank, anjak piutang dan sewa pesawat. Ini melibatkan berbagai pihak off- dan on-shore. Pemerintah memiliki lebih dari 60% saham Garuda dan penawaran sukuk maskapai tidak mengandung jaminan pemerintah atau lembaga keuangan.
Di sisi lain, Garuda mengumumkan akan terus menunda pembayaran distribusi berkala. Pandemi virus corona yang sedang berlangsung tetap menjadi risiko utama bagi pemulihan Garuda dan emiten sukuk lainnya yang berbasis di Indonesia, dengan default sukuk korporasi dalam negeri mencapai puncaknya pada 4,2% pada 2020 (2019: 0,6%).
“Kami mengklasifikasikan Indonesia di Grup D di bawah Kriteria Peringkat Pemulihan Perlakuan Khusus Negara kami. Negara-negara di bawah kelompok ini adalah negara-negara di mana hukum tidak mendukung hak-hak kreditur atau di mana volatilitas yang signifikan dalam penerapan hukum dan penegakan hukum dari setiap klaim membatasi peluang praktis pemulihan atau sangat meningkatkan volatilitas prospek pemulihan,’ papar Fitch.
Moratorium utang yang diawasi pengadilan dan proses kepailitan untuk sukuk jarang terjadi, mengingat kerumitan pembuatan aplikasi semacam itu di pengadilan agama dalam negeri, berbeda dengan pengadilan niaga. Hukum Indonesia menyatakan bahwa pengadilan agama memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa keuangan Islam. Namun, dalam praktiknya, hal ini dapat diselesaikan di pengadilan niaga jika kedua belah pihak setuju. Pengadilan agama sering digunakan untuk menyelesaikan transaksi ritel yang lebih sederhana, sementara pengadilan komersial biasanya mengadili sengketa komersial yang kompleks, karena pihak yang berperkara menganggap pejabat lebih kompeten dalam memutuskan masalah tersebut.
Misalnya, gagal bayar sukuk oleh PT Berlian Laju Tanker Tbk pada 2012 diselesaikan melalui pengadilan niaga dan menghasilkan rencana restrukturisasi. Kegagalan pembiayaan syariah di antara lembaga keuangan telah diperlakukan sama dengan default pinjaman konvensional dari apa yang telah kita amati sejauh ini. Restrukturisasi sukuk publik dalam negeri di luar pengadilan umumnya mengikuti perlakuan yang sama dengan obligasi dan mencakup perpanjangan jatuh tempo dan penangguhan distribusi berkala.
Sebagian besar sukuk internasional yang diterbitkan sejauh ini menciptakan efek ekonomi yang serupa dengan obligasi konvensional, dengan sebagian besar instrumen sukuk menyerupai kewajiban utang; misalnya sukuk terstruktur ijarah dan murabahah. Namun, sejumlah sukuk korporasi lokal yang gagal bayar pada 2019 dan 2020 didasarkan pada akad mudharabah, yang memiliki fitur equity-like atau bagi hasil. Perbedaan ini dapat memperumit perlakuan kreditur atau pemegang sukuk dan mempengaruhi jalan mereka, peringkat utang dan pemulihan atas default penerbit. Emiten yang melewatkan pembayaran sukuk secara berkala antara lain BUMN, PT Indah Karya (Persero), dan pengembang real estate, PT Prima Jaringan.
Sukuk yang diterbitkan di pasar modal internasional biasanya diatur oleh hukum Inggris dan tunduk pada yurisdiksi pengadilan Inggris atau pengadilan lain yang diakui oleh hukum dan yurisdiksi internasional. Namun, bagian dari dokumentasi dan keputusan apa pun juga akan diatur dan ditinjau oleh pengadilan di mana pembuatnya berdomisili dan keberlakuannya akan dibatasi oleh undang-undang setempat.
No Responses