Menkeu: Keuangan syariah kunci penting ciptakan stabilitas sektor keuangan

Menteri Keuangan Sri Mulyani

Dalam hal stabilitas ekonomi, hubungan erat antara sektor keuangan dan sektor riil dalam keuangan syariah merupakan kunci penting dalam menciptakan stabilitas sektor keuangan. Hal tersebut dikatakan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada acara 5th Annual Islamic Finance Conference (AIFC), Rabu (25/8)

“Ini karena perkembangan sektor keuangan akan selalu mengikuti perkembangan sektor riil, sehingga kita dapat menghindari gelembung sektor keuangan yang mendorong krisis. Saat ini, porsi keuangan syariah (tidak termasuk keuangan sosial syariah) hanya sekitar 10% dari total pembiayaan nasional. Kami yakin porsi ini berpotensi untuk tumbuh kuat di masa mendatang”, kata Menkeu.

Dalam hal ketahanan ekonomi, prinsip syariah dalam keuangan syariah juga menciptakan ketahanan di sektor keuangan selama krisis melanda. Seperti halnya di masa pandemi Covid-19, bank syariah di Indonesia menunjukkan kinerja yang kuat di masa pandemi dibandingkan bank konvensional. Keuangan Syariah, lanjut Menkeu, juga mendukung inklusivitas keuangan dan keberlanjutan ekonomi.

“Data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki jumlah Baitul Mal wat Tamwil (BMT) atau serikat Islam terbesar secara global. Mereka adalah sekitar 4.500 BMT yang membantu masyarakat, terutama di pedesaan dan juga mengakses pembiayaan mikro. Saya berharap peran ini dapat melengkapi apa yang dilakukan Pemerintah lewat Dana Desa”, jelas Menkeu seperti dilansir dari kemenkeu.go.id.

Pemerintah terus berkomitmen untuk memperluas peran keuangan syariah dengan melanjutkan inovasi instrumen pembiayaan melalui blended Islamic finance, seperti Green Sukuk dan Cash Wakaf linked Sukuk.

Pemerintah terus mendorong pengembangan keuangan syariah, salah satu instrumen kritikal untuk menciptakan pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 yang produktif, inklusif, dan berkelanjutan. Keuangan syariah dinilai dapat mendorong reformasi struktural melalui penyediaan akses pembiayaan bagi sektor riil. Untuk mencapai target pengembangan keuangan syariah, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali menyelenggarakan The Annual Islamic Finance Conference (The AIFC) ke-5 yang berlangsung secara virtual dari 25 hingga 26 Agustus 2021.

“Konferensi internasional ini diharapkan menghasilkan masukan berharga agar Indonesia semakin dekat dengan cita-citanya menjadi negara maju dan pusat keuangan Islam dunia,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu dalam keterangannya, Rabu, (25/8).

Mengusung tema “The Role of Islamic Finance in Promoting Economic Recovery: Enhancing Productivity, Financial Stability, Sustainable and Inclusive Growth”, Fokus AIFC ke-5 sejalan dengan isu global saat ini, yaitu pemulihan ekonomi pasca-pandemi. Isu ini sejalan dengan fokus pemerintah dalam mengakselerasi pemulihan dan memperkuat reformasi. Selain itu, pemulihan ekonomi juga selaras dengan topik yang akan dibawa oleh Indonesia pada Presidensi G20 2022.

“Badan Kebijakan Fiskal selaku unit yang membantu Menteri Keuangan merumuskan kebijakan termasuk terkait keuangan syariah, akan terus mengawal proses reformasi keuangan syariah dengan melibatkan akademisi, praktisi, dan Lembaga internasional,” ujarnya.

Menurut Kepala BKF, ekonomi dan keuangan syariah memiliki karakteristik unik yang memberikannya peran strategis pada pemulihan ekonomi dan reformasi struktural ke depan. Hal ini karena perannya dalam mendorong pemerataan kesejahteraan masyarakat, ekonomi berkelanjutan, dan peningkatan akses pembiayaan seperti melalui zakat, infaq, wakaf, inovasi Green Sukuk, serta pembiayaan UMKM. Lebih dari itu, pertumbuhan keuangan syariah telah melebihi pertumbuhan pasar keuangan konvensional pada dekade terakhir.

“Indonesia duduk pada potensi keuangan syariah yang sangat besar, hal ini disebabkan oleh tingginya populasi penduduk muslim Indonesia dan merebaknya tren digitalisasi di Indonesia. Pemerintah Indonesia perlu terus bergerak berupaya merumuskan kebijakan yang akomodatif agar potensi syariah di Indonesia bisa terealisasi lebih awal,” jelas Kepala BKF.

AIFC ke-5, lanjutnya, merupakan hasil kolaborasi antara Kemenkeu, The Islamic Development Bank Institute (IsDB), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), dan Universitas Indonesia.

“Di dalam konferensi, akan ada sesi pemaparan makalah dari berbagai akademisi dan praktisi ekonomi syariah untuk menambah wawasan pemerintah untuk mengembangkan ekonomi syariah di Indonesia,” pungkasnya.

Sebagai informasi, seminar AIFC ke-5 ini akan diisi oleh ekonom dan ahli keuangan syariah terkemuka, di antaranya Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati dan Acting Director-General, IsDBI, Sami Al-Suwailem. Selain itu, terdapat narasumber yang sangat berpengetahuan di bidang ekonomi syariah pada sesi kuliah umum, yakni World Bank Managing Director of Development Policy and Partnerships, Mari Elka Pangestu dan Council of Professor FEB Universitas Indonesia, Prof. Bambang Brodjonegoro. Seluruh diskusi panel diisi oleh pakar dari Islamic Development Bank, akademisi, pemerintah, praktisi, serta industri.

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses