Kepala HSC IPB University jelaskan tantangan pelaksanaan sertifikasi halal UMK

Prof Khaswar Syamsu, Kepala HSC IPB University. ipb.ac.id

Halal Science Center (HSC) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB University bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) “Penyempurnaan Kebijakan Sertifikasi Halal Usaha Mikro dan Kecil (UMK) Secara Self Declare” pada Senin (31/10). Dalam kegiatan tersebut, Kepala HSC IPB University Khaswar Syamsu, menjelaskan tantangan pelaksanaan dan rekomendasi kebijakan sertifikasi halal UMK. 

“Visi Indonesia menjadi Global Hub of Halal Industry by 2024 telah didukung pemerintah dengan diterbitkannya Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) untuk Jaminan Produk Halal. Tujuannya untuk memudahkan proses sertifikasi halal melalui penyederhanaan prosedur, kepastian waktu penerbitan sertifikat halal, serta fasilitasi untuk UMK,” ujarnya, seperti dilansir dari ipb.ac.id.

Namun, Khaswar menyebut, sertifikasi halal untuk UMK melalui mekanisme self declare sejauh ini dinilai masih belum maksimal dan menghadapi berbagai kendala.  Jumlah sertifikat yang diterbitkan masih sangat sedikit dibanding jumlah UMK yang diberikan kewajiban sertifikasi halal.

“Permasalahan ini ditengarai karena faktor kapasitas sumber daya manusia (SDM), ketersediaan bahan halal dan sumber dana. Belum lagi adanya permasalahan dalam waktu penerbitan sertifikat halal dan waktu pelaksanaan sertifikasi halal UMK. Masalah ini menyebabkan antrian panjang di Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI),” ungkapnya.

Dari sisi SDM, ia merekomendasikan untuk memperbanyak jumlah Pendamping Proses Produk Halal (PPH). Tugasnya tidak hanya memverifikasi UMK Self Declare, tetapi memberikan pendampingan proses sertifikasi halal UMK. Pengembangan aplikasi digital untuk rantai hulu hilir, termasuk pemasaran digital juga perlu didorong untuk meningkatkan daya saing. 

“Diperlukan suatu Pusat UMKM Halal dan Cerdas (Smart and Halal UMKM Center) yang mengintegrasikan antara pelatihan, pembimbingan dan pendampingan pada aspek halal, thoyib, keuangan syariah dan aplikasi digital di era industri 4.0 ini,” lanjutnya.

Dari sisi ketersediaan bahan halal, Prof Khaswar melanjutkan, perlu adanya prioritas sertifikasi Rumah Potong Hewan (RPH) sebagai mata rantai pertama dalam rantai pasok halal, khususnya produk daging dan turunan daging. 

“Dukungan pemerintah daerah dan Kementerian Pertanian juga sangat penting untuk menggerakkan sertifikasi halal RPH serta tempat pemotongan hewan (TPH) untuk pasar tradisional di setiap daerah dan dengan membangun Pusat Distribusi Pangan Halal (Halal Food Distribution Center) di setiap daerah,” kata dia.

Khaswar mengurai, sertifikasi ini juga terkendala sumber dana untuk mendorong pendamping PPH terjun ke lapangan. Hal itu bisa diatasi dengan menggali sumber dana lain seperti pengintegrasian dengan anggaran pengembangan UMKM dari kementerian dan instansi pemerintah terkait di berbagai tingkatan. Sumber dana lain bisa berasal dari Corporate Social Responsibility (CSR) dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan industri skala besar, serta bantuan dari organisasi kemasyarakatan Islam. 

Selain itu, ia menganggap perlu menggerakkan mahasiswa dari perguruan tinggi yang relevan sebagai PPH sebagai bentuk pengabdian masyarakat, melibatkan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) atau Himpunan Profesi, misalnya. BPJPH bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk menjadikan Pendampingan Produk Halal oleh mahasiswa sebagai credit earning system dalam penerapan Kampus Merdeka.

“Demi mendorong percepatan sertifikasi halal, diperlukan pendaftaran secara paralel ke BPJPH dan ke Lembaga Pemeriksa Halal (LPH). Perlu penambahan SDM dan peningkatan efektivitas kerja di BPJPH untuk penanganan pendaftaran sertifikasi halal,” terang Prof Khaswar.

“Nantinya, Audit UMK yang produknya dipasarkan secara lokal dilakukan oleh LPH terdekat yang ada di daerah. Sentralisasi Fatwa Halal kepada MUI Daerah dilakukan untuk produk UMK yang pemasarannya lokal sedangkan MUI Pusat berfokus untuk pemasaran produk ekspor impor,” pungkasnya. 

Subscribe

Thanks for read our article for update information please subscriber our newslatter below

No Responses